Penjelasan Tentang Gejolak Harga Beras dari Faktor Tata Niaga
By Admin
nusakini.com - Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi dalam keterangannya, Jumat (6/5/2016) menjelaskan, gejolak harga beras bukan akibat pasokan kurang, tetapi harga dibentuk oleh faktor lain terkait tata niaga. Itulah yang awam menyebut terjadi anomali pasar pangan.
Berikut ini 2 hirarki pasar beras, di mana masing-masing dijumpai faktor pembentuk harga berbeda-beda. Mengingat faktor pembentuk harga berbeda-beda, maka solusi kebijakan pun berbeda pula, antara lain :
1) Pasar di tingkat produsen.
Yakni faktor pembentuk harga gabah ditentukan oleh pasokan, sehingga pada saat panen raya harga gabah jatuh dan sebaliknya. Solusinya, kebijakan pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Dampaknya, petani akhirnya menikmati harga wajar, stok beras terpenuhi dan tata niaga menjadi lebih baik.
2) Pasar beras di tingkat konsumen.
Uji korelasi, regresi, dan lainnya menyatakan pembentuk harga beras di eceran atau konsumen bukan karena faktor pasokan, tetapi karena faktor lain. Faktor lain itulah yang disebut: distribusi, sistem logistik, rantai pasok, asimetri informasi, ekspektasi, disparitas harga, struktur maupun perilaku pasar.
Sebagai contoh: Data harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada 29 April 2016 berkisar Rp 8.000-13.300 per kg, sedangkan harga gabah kering panen (GKP) di petani Rp 3.700 per kg setara beras Rp 6.491 per kg.
BPS menyebutkan, pada Maret 2016 harga GKP di petani turun 9,76% dibandingkan Februari 2016. Namun, harga beras di tingkat penggilingan turun 1,84%, di pedagang grosir turun 0,44% dan di tingkat pedagang eceran turun 0,56%.
"Data ini menunjukkan ada disparitas harga yang tinggi dan terjadi anomali, sehingga harga di konsumen tidak ditransmisikan dengan baik kepada harga produsen dan sebaliknya," sebut Suwandi.
Selanjutnya, sekalipun pasokan melimpah, tetapi jika dikuasai 'segelintir pelaku', maka harga akan dideterminasi pemegang stok dominan.(if/mk)